Thursday, August 10, 2006

Chomsky Tentang Israel, Libanon dan Palestina

Kamis, 10 Agustus 2006 - 14:20:45 WIB
Profesor Linguistik pada Massachusetts Institute of Technology (MIT), Prof. Dr. Noam Chomsky, mengatakan, Penculikan penduduk sipil Palestina jauh lebih jahat dibandingkan penangkapan tentara

Hidayatullah.com--Noam Chomsky adalah Profesor Linguistik pada Massachusetts Institute of Technology (MIT). Beliau penulis sejumlah buku, dan buku terakhir yang ditulis adalah Failed States: The Abuse of Power and the Assault on Democracy (2006).

Noam Chomsky lahir pada 7 Desember 1928 di Pennsylvania, Amerika Serikat. Dibesarkan di tengah keluarga Yahudi, pasangan Dr William Zev Chomsky dan Elsie Simonofsky. Ia dikenal sebagai tokoh intelektual yang berani "melawan arus".


Bersama istrinya, Carol, ia pernah tinggal di kibbutz, pemukiman baru Yahudi di Palestina selama kira-kira enam minggu. Saat itulah ia melihat bagaimana masyarakat non-Yahudi terpinggirkan, terancam dan ketakutan, pengalaman inilah, yang menunjukkan standar ganda keadilan, membuat dia merasa ragu perlunya membentuk negara Yudaisme untuk etnik Yahudi.


Tulisan ini merupakan wawancara Kaveh Afrasiabi, pendiri dan direktur Global Interfaith Peace. Wawancara ini disadur dari; www.informationclearinghouse.info


Apakah Anda setuju dengan argumen yang menyatakan bahwa serangan militer Israel di Libanon itu "legal dan secara moral bisa dibenarkan?

Invasi itu sendiri merupakan sebuah pelanggaran serius terhadap hukum internasional, dan kejahatan perang tingkat tinggi sedang berlangsung. Tidak ada pembenaran yang legal.
"Justifikasi moral" diandaikan seperti menculik tentara dalam serangan di perbatasan dan membunuh yang lain, yang dianggap sebagai kejahatan tingkat tinggi. Kita tahu bahwa Israel, AS dan pemerintah Barat yang lain, serta pihak-pihak yang menjadi mainstream (arus utama) opini Barat tidak percaya pada kata itu.

Bukti yang cukup bisa dilihat pada toleransi yang diberikan selama bertahun-tahun kepada kejahatan Israel yang didukung AS di Libanon, termasuk 4 invasi yang dilakukan sebelum invasi terakhir, pendudukan wilayah Libanon yang malanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB selama 22 tahun, dan pembantaian serta penculikan yang sering dilakukan oleh Israel.


Hanya ada satu pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap media; Kapan Hasan Nasrullah menerima tampuk kepemimpinan Hizbullah? Jawabannya; Ketika pemerintahan Yitzak Rabin meningkatkan derajat kekerasannya di Libanon, membunuh Sheikh Abbas Mussawi beserta istri dan anaknya menggunakan missil yang ditembakkan dari helicopter AS.


Nasrullah dipilih sebagai pengganti Sheikh Abbas Mussawi almarhum. Banyak sekali kasus yang menjadi alasan bagus mengapa 7 Februari lalu 70% orang Libanon meminta dilakukan penculikan terhadap tentara Israel yang akan ditukar dengan tahanan Libanon di penjara-penjara Israel.
Kesimpulannya, secara dramatis terdapat peningkatan derajat kekerasan sejak penangkapan Kopral Gilad Shalit pada 25 Juni 2006. Penculikan ini merupakan event pembuka bagi Barat.


Sehari sebelumnya, pasukan Israel menculik 2 penduduk sipil Gaza, seorang dokter dan seorang saudaranya, lalu mengirim mereka ke penjara Israel. Di sana mereka bisa berjumpa dengan banyak orang Palestina lain yang ditangkap tanpa alasan yang jelas (karena itulah diculik).


Penculikan terhadap penduduk sipil jauh lebih jahat dibandingkan dengan penangkapan tentara. Respon Barat sudah jelas; hanya beberapa komentar ringan, dan sebaliknya, hanya diam. Media-media utama bahkan tidak malu memuat komentar ala kadarnya ini. Fakta ini sendiri mempertontonkan dengan sangat jelas bahwa secara moral tidak ada pembenaran bagi terjadinya peningkatan derajat kekerasan dalam serangan di Gaza atau penghancuran di Libanon, dan hal itu menunjukkan sinisnya Barat terhadap kebiadaban penculikan penduduk sipil di Gaza.


Banyak yang mengatakan soal hak Israel untuk mempertahankan diri terhadap musuh-musuhnya, sehingga membuka bab baru dalam konflik Arab-Israel. Anda setuju dengan ini?


Israel memang punya hak untuk mempertahankan diri, namun tidak ada yang punya hak "mempertahankan" wilayah pendudukan. Ketika Mahkamah Internasional mengutuk pembangunan "dinding pemisah," bahkan di sebuah Peradilan AS, hakim Buergenthal, menegaskan bahwa pembangunan tembok pemisah untuk mempertahankan wilayah pendudukan Israel merupakan "ipso facto dalam pelanggaran hukum kemanusiaan internasional," karena pendudukan itu sendiri ILEGAL."

Penarikan beberapa ribu penghuni illegal dari Gaza dipublikasikan sebagai sebuah rencana perluasan (ekspansi) Tepi Barat. Rencana tersebut sudah diresmikan oleh Perdana Menteri Ehud Olmert, dengan didukung Washington, sebagai sebuah program pencaplokan (aneksasi) terhadap tanah pendudukan yang berharga serta sumber daya utama (terutama air) dan kantonisasi wilayah yang tersisa, yang sebenarnya terpisah satu sama lain dan dari bagian apapun yang tidak memuaskan Jerussalem, untuk selanjutnya akan diberikan kepada rakyat Palestina. Seluruh wilayah dijaga ketat oleh Israel, sejak Israel mengambil alih Lembah Yordan. Gaza juga dijaga ketat dan Israel akan melakukan serangan terhadapnya .

Gaza dan Tepi Barat dianggap merupakan satu unit, juga oleh AS dan Israel. Oleh karena itu, Israel masih menduduki Gaza, dan tidak bisa menyatakan bahwa dia melakukan upaya mempertahankan diri di wilayah yang didudukinya maupun 2 wilayah lain di Palestina. Adalah Israel dan AS yang secara radikal melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional. Mereka sekarang sedang berupaya mewujudkan rencana jangka panjang untuk melenyapkan hak nasional Palestina.

AS menolak gencatan senjata, dengan argumen hal ini hanya akan mengembalikan keadaan ke status quo. Apakah ini kebijakan AS ini benar?

Hal tersebut benar jika dilihat dari sudut pandang pihak yang ingin memastikan bahwa Israel mendominasi wilayah tanpa adanya tantangan apapun terhadap kekuasaan Israel ini, sebagai sebuah cara untuk menghancurkan Palestina.

Mereka juga berharap mneyusun rezim langganan di Libanon yang juga pernah dicoba oleh Ariel Sharon ketika dia menginvasi Libanon tahun 1982, menghancurkan banyak desa dan membunuh 15-20 ribu orang di sana.

Apa yang mungkin akan dihasilkan dari "2 percabangan" krisis di Libanon dan wilayah pendudukan, dalam jangka pendek dan jangka panjang?

Kami tidak bisa terlalu banyak memprediksi. Ada terlalu banyak ketidakpastian. Salah satu konsekuensi yang mungkin, yang pasti akan diantisipasi oleh AS dan Israel adalah sebuah peningkatan signifikan dalam gaya “kekerasan” yang dinamakan jihad sebagai bentuk kemarahan dan kebencian yang langsung ditujukan kepada AS, Israel dan Inggris yang menjalar di dunia Arab dan Negara Muslim.

Selain itu, Nasrullah, hidup maupun terbunuh, bahkan akan menjadi simbol yang lebih penting dalam perlawanan terhadap agresi AS-Israel. Hizbullah baru saja memberikan 87% dukungannya kepada Libanon, ini sangat fenomenal.

Dan perlawanan Hizbullah ini menggerakkan opini umum secara luas yang bahkan sekutu tertua dan terdekat AS, terdorong untuk mengatakan bahwa "jika opsi damai ditolak akibat kearoganan Israel, lalu hanya tersisa opsi perang, serta tidak ada yang tahu akibat yang akan menimpa wilayah, termasuk perang dan konflik yang akan mengenai semua pihak, termasuk pihak-pihak yang kekuatan militernya sekarang sedang menggoda mereka untuk bermain api." Itu tadi perkataan Raja Abdullah dari Saudi Arabia, yang tahu apa yang lebih baik daripada menyalahkan AS secara langsung.

Langkah apa yang anda rekomendasikan untuk penyelesaian perang yang tengah berlangsung dan menciptakan perdamaian yang abadi?

Langkah-langkah dasarnya mudah dipahami; gencatan senjata dan pertukaran tawanan; penarikan pasukan dari wilayah pendudukan; melanjutkan "dialog nasional" dengan Libanon; dan penerimaan sangat luas terhadap konsensus internasional tentang pemukiman untuk Israel dan Palestina, yang secara unilateral dihalang-halangi oleh AS dan Israel selama 30 tahun. Hal ini adalah sesuatu yang sangat esensial. [kar/cha]

0 Comments:

Post a Comment

<< Home